Cerpen Keluarga Broken Home
Selalu takut dibohongi
Ia punya ketakutan yang berlebihan tentang kebohongan. Ia melihat bagaimana ayahnya memanipulasi sang bunda atau sebaliknya sehingga ia menganggap bahwa orang lain pasti melakukan hal yang sama.
Sulit percaya pada orang lain
Penelitian dari Universitas Brown tentang ikatan anak dengan orangtuanya mengungkapkan fakta bahwa sering dibohongi oleh anggota keluarganya sendiri membuat anak sulit percaya pada orang lain. Sekalipun pasangannya adalah orang yang jujur, ia akan selalu merasa bahwa ia sedang dibohongi.
Perasaan sulit menaruh kepercayaan pada orang lain ini sering menyebabkan ia mudah frustasi. Ia pun jadi sosok yang sering berkecil hati ketika berurusan secara pribadi dengan orang lain.
Tidak punya identitas diri yang kuat
Mental anak sangat lemah hingga ia sering bingung dengan dirinya sendiri. Ia merasa bahwa hidupnya berbeda dengan hidup orang lain.
Karena itulah, ia jadi lebih mudah untuk mengalami depresi, krisis identitas, merasa tak ada harganya, dan merasa di dunia ini tak ada orang yang menyayanginya.
Normalnya kekerasan dan perlakuan kasar pada satu sama lain
Jika di dalam sebuah keluarga dianggap normal dan biasa jika melakukan kekerasan maka itu juga ciri dari keluarga broken home. Yang mana meskipun mungkin kelihatannya utuh, tapi isinya benar-benat toxic dan hancur karena mewajarkan kekerasan.
Entah itu kekerasan orangtua pada anak, kakak pada adik, atau bahkan kebalikannya. Jiwa orang-orang di dalamnya sudah rusak karena tidak ada cinta dan sedikitpun keharmonisan di dalamnya.
Baca Juga: 5 Tips Memilih Asuransi Kesehatan untuk Keluarga, Jangan Asal Pilih
Kondisi di dalam rumah gak pernah tenang karena selalu diisi pertengkaran
Ciri pertama dari keluarga broken home ialah kondisi di dalam rumah gak pernah tenang. Selalu ada keributan dan pertengkaran di dalam rumah, baik itu anak dengan sesama saudaranya ataupun anak dengan orangtua.
Bisa dibilang menggambarkan kondisi keluarga yang problematic, bahkan hal kecil pun bisa memicu keributan dan masalah dalam keluarga. Ribut dengan saling menyalahkan, mengejek, hingga marah-marah gak jelas. Pokoknya gak pernah ada tenangnya!
" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan
. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Karya : Bekti Lestari
Semua orang pasti menginginkan kehidupan yang nyaman, harmonis dan juga mendapat kasih sayang dari orangtua. Namun, mengapa aku tidak pernah bisa memiliki kehidupan itu. Tak pantaskah aku mendapatkannya? Sesungguhnya, sebuah kasih sayang dari orang tua tak akan bisa tergantikan dengan apapun. Aku yakin Allah merencanakan semua ini adalah yang terbaik buatku dan juga keluargaku. Semoga dengan aku menceritakan semuanya bisa membuat perasaan ini jauh lebih baik dan tak akan ada kesedihan lagi di hari-hari yang akan aku jalani. Perkenalkan namaku adalah Hanyfah. Aku akan menceritakan pengalamanku yang menyedihkan ini sama kalian semua semoga ini tidak akan pernah terjadi buat yang membacanya. Aminnn….
Entah darimana aku harus memulai ini semua, Seorang ibu yang terus bersabar mengadapi sebuah cobaan yang tidak bisa aku bayangkan membuatku setiap hari harus menangisi keadaan ini. Aku benci keadaan ini. Aku benci diriku sendiri yang lemah. Aku membenci Ayah yang tak pernah bisa mengerti perasaan ibu mengapa Ayah harus menuruti permintaan nenek yang membuat keadaan ini semakin rumit. Mengapa nenenk setega ini memisahkan Ayah dengan Ibu. Aku gak habis fikir semua yang ada di rumah ini harus menjadi orang yang gak punya perasaan sama sekali. Aku juga mempunyai seorang kakak, tapi percuma aku punya seorang kakak yang hanya membahagiakan dirinya sendiri, menjadi leleki yang selalu membuat situasi ini tak akn pernah berakhir dari pertengkaran. Harusnya kakak tau keluarga kita sedang berantakan tapi masih sempat-sempatnya kakak memikirkan dirikakak sendiri dibanding adik yang selalu disalahkan di hadapan Ayah. Aku benci semuanya. Aku tahu ibu memang wanita yang tak sempurna dia mempunyai kekurangan gak bisa berjalan seperti wanita normal, tapi apakah mereka harus berpisah rumah seperti ini dan ayah harus meninggalkan ibu dalam keadaan yang tak berdaya ini.
Saat itu, aku dan ibu sedang memasak dan saling bercerita. “ Ibu, maafkan aku jika aku harus lahir kedunia ini dan membuat keadaan ini tak pernah membaik, aku tau ibu selalu sedih dan terpukul saat Ayah ingin menceraikan ibu, maafkan aku ibu”? Menangis dan memeluk ibu.
“Nak, kau jangan pernah berbicara seperti itu, Kamu adalah anak ibu yang dianugrahkan dari tuhan untuk melengkapi keluarga ini. Ayah, munkin bersikap seperti itu karana dia tidak bisa menerima ibu seperti wanita yang sempurna.” Mencoba terlihat tegar dihadapanku.
“ Ibu, bagiku kau adalah wanita yang sempurna yang pernah ku miliki. Mengapa ayah jahat sama kita, apakah ayah udah gak sayang lagi sama kita”? terus menangis.
“ Ayah tidak jahat sama kita nak, ayah sayang sama kita.” Kata ibu meyakinkanku. “Lalu mengapa kalo ayah sayang sama kita, ayah harus memilih berpisah ruamah. Aku benci sama ayah.” Dengan nada yang keras hingga terdengar ayah saat lewat. “Apa! Kamu membenci ayah, berani-beraninya kau mengatakan itu pada ayah!”.kata ayah dengan nadak kasar dan marah. “ Ayah, kenapa ayah tega melakukan semua ini sama ibu.Apa salah ibu ayah sampai ayah membuat ibu menangis, ibu sangat mencintaimu dan menyayagimu tapi apa balasanmu ibu, kau hanya pada membuatnya sakit hati dan menangis.” Kataku dengan kesal. “ Ayah melakukan semua ini demi kebaikan kita semua. Kamu harus tau itu Hany.” Dengan nada menenangkanku.
“ Sudahlah hany ibu tidak apa-apa kalau memang itu yang terbaik buat keluarga kita,ibu tak keberatan dan kamu Ayah sebaiknya kita memang lebih baik berpisah agar kau lebih tenang dengan hidupmu.” Sedikit kesal dan terus menangis. Lalu akupun berlari masuk kekamar denan terus menangis tanpa henti dan berkata “ Aku benci sama ayah”!.
Hingga aku tak mampu menahan beban yang ku hadapi ini. Semakin lama semakin tak mampu untuk aku hadapi bagaimana mungkin aku harus menerima ibu tinggal bersama kaka dan aku harus tinggal bersama ayah. Aku ingin keluarga kita utuh seperti dulu lagi manjalani masa-masa yang indah dengan canda tawa yang tak bisa tergantikan dengan apapun. Saat itu aku mendengar ayah bersama ibu bertengkar di ruang tamu dan aku berada di kamarku.
“kamu bukanya sebagai ibu mengajari anakntya dengan sopan santun malah membuatnya membenci ayahnya sendiri, ibu macam apa kamu ini!” dengan nada kasar.
“Harusnya kamu sebagai ayah yang bertanggung jawab di keluarga ini lebih mengutamakan anakmu dibanding memilih untuk berpisah. Apa kau tak kasian dengan mereka yang setiap hari mendengar kita berantem seperti ini!”. Menangis tanpa henti. Lalu aku pun sudah takuat lagi mendengar mereka bertengkar setiap hari akau malu dengan teman-temanku mereka selalu bahagia yang selalu menyayagi mereka, tapi kenapa aku gak memilikinya, semua ini gak adail. Aku pergi keluar dan menghentikan pertengkaran ayah dan ibu.
“Berhenti! Apa kalian ini tak malu dengan anakmu yang terus melihat kalian seperti ini. Apa kalian belum cukup membuatku menangis harus menahan rasa kekecewaan ini,mungkin ayah dan ibu bahagian denan keadaan ini tapi aku gak sama sekali ayah,ibu. Aku ini anak kalian harusnya kalian memberikan contoh yang baik kepada anaknya bukanya seperti ini. Tak mengertikah kalian dengan perasaanku.” Menangis dan sangat kecewa.
“Lihat itu anak kamu. Hany terlalu kecil untuk menerima ini semua apakah kau tega memeisahkan aku dengannya.” Kata ibu dengan tegas.
“ Aku memang memisahkan kalian. Aku tidak mau mempunyai seorang istri yang lumpuh seperti kamu! Tidak bisa merawat anak kita dengan baik karena kau tak bisa berjalan. Sebentar lagi aku akan menceraikanmu dan mencari ibu yang mamapu membuat hany bahagia.” Kata ayah dengan penuh amarah.
“Diam! Tidak bisakah kalian diam. Semua ini membuatku tersiksa. Ayah, apa ayah tidak mempunyai perasaan dengan ibu, sehingga kau mampu untuk melupakannya dan memutuskan untuk menikah lagi. Baiklah ayah ceraikan ibu! Lebih baik ayah menceraikan ibu dari pada ibu menahan sakit hati yang begitu dalam. Aku benci ayah!”. Menangis dan keluar dari rumah.
“Hany, kau mau kemana nak? Jangan dengarkan ayahmu dia hanya bercanda,kembalilah nak?” berlari mengejarku.
“ Aku tak mau punya ayah yang gak punya perasaan. Biarkan akau pergi untuk sementara waktu untuk menenangkan hati ini ibu. Maafkan aku.” Pergi dan terus menangis sepanjang jalan.
Setelah kejadian itu, aku menjadi anak yang Broken Home dan terus menjalani kehidupan yang sering kali aku tak bisa berfikir positif. Setiap hari aku disekolah menjadi anak pendiam, nilai pelajaranku turun semua kehidupan ku menjadi berantakan. Hingga aku memutuskan untuk pergi jauh dari rumah agar aku tak mendengar pertengkaran yang membuatku tak tahan untuk tinggal dirumahku sendiri. Sebenarnya ku tak ingin melakukan ini semua tapi aku tak tahan dengan semua yang aku hadapi aku menjadi korban dalam pertengkara ibu dan ayah. Ibu maafkan aku melakukan ini aku telah menjadi anak yang tidak berbakti kepada orangtua, aku berjanji dengan kepergianku ini aku akan menjadi anak yang baik dan aku akan kembali setelah aku bisa membalas semua jasamu. Akau ingin membahagiakanmu dan memberikan yang terbaik untuk ibu. Semoga ibu disana baik-baik saja. Ayah, aku tahu ayah malu dengan keadaan ibu yang tidak bisa berbuat apa-apa, tapi tak seharusnya kau tega menceraikan ibu dan mencari wanita lain yang jauh lebih sempurna dari ibu. Ayah harus tahu ibu sangat mencintai ayah seperti aku mencintai ayah. Semoga dengan kepergianku ini kalian bisa memikirkan hidup kalian masing-masing. Suatu saat nanti aku akan kembali untuk kalian. I Love you Ded, I love you Mom, Your My Everything……..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Cerpen Selengkapnya
0%0% menganggap dokumen ini bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai bermanfaat
0%0% menganggap dokumen ini tidak bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai tidak bermanfaat
Hai namaku adalah Tasya, lebih tepatnya Natasya Clara Audya. Aku hanyalah seorang anak kecil yang sangat membutuhkan kasih sayang kedua orang tua, anak kecil yang selalu ingin mendapat perhatian lebih dari seorang ibu dan ayah, Anak kecil yang... yang.. yang.. dan seterusnya akan tertulis tentangku.
Prangg!!!! suara pecahan kaca itu kembali terdengar. Bukan hal biasa lagi bagiku dengan kejadian yang hampir setiap hari terjadi. aku kembali meletakkan kepalaku pada lipatan tangan yang kubuat di atas lutut, merasakan sesak yang setiap saat aku rasakan, tanpa disuruh air mataku mengalir deras membasahi pipi.
Aku tersenyum menutupi sesak yang terus menggebu dalam dada, memejamkan mata dan mencoba mengabaikan suara teriakan ayah, ibu, dan pecahan kaca. Berharap akan keindahan dalam mimpi, Bermain main dengan harapan semu walau hanya sementara, melupakan sejenak pertengkaran orang tua dan berharap saat aku terbangun tidak ada lagi pertengkaran dan akan merasakan kasih sayang orang tua yang selama ini aku harapkan.
Memang sempat aku berfikir, untuk apa Allah menyatukan kedua orang tuaku kalau pada akhirnya akan menimbulkan luka pada ku yang mungkin tidak akan bisa untuk di lupakan.
Fungsi Keluarga yang seharusnya bisa menjadi tempat berbagi kasih sayang, saling melindungi tetapi itu sudah tidak lagi berfungsi dalam keluargaku
Namun aku akan selalu ingat akan pesan alm nenekku. Sejahat apapun, sekejam apapun, mereka akan tetap menjadi kedua orang tuamu, orang yang menjagamu dari kecil, merawatmu, dan tidak ada yang namanya mantan ibu ataupun ayah di dunia ini.
Menjadi anak dalam keluarga broken home menjadikanku pribadi yang lebih kuat, lebih mandiri. Allah, rangkul tasya selalu, pegang tanganku, jangan kau lepaskan dan kuatkan aku apapun yang terjadi
Cerpen) Broken Home) Yeta F
Hai namaku adalah Tasya, lebih tepatnya Natasya Clara Audya. Aku hanyalah seorang anak kecil yang sangat membutuhkan kasih sayang kedua orang tua, anak kecil yang selalu ingin mendapat perhatian lebih dari seorang ibu dan ayah, Anak kecil yang... yang.. yang.. dan seterusnya akan tertulis tentangku.
Prangg!!!! suara pecahan kaca itu kembali terdengar. Bukan hal biasa lagi bagiku dengan kejadian yang hampir setiap hari terjadi. aku kembali meletakkan kepalaku pada lipatan tangan yang kubuat di atas lutut, merasakan sesak yang setiap saat aku rasakan, tanpa disuruh air mataku mengalir deras membasahi pipi.
Aku tersenyum menutupi sesak yang terus menggebu dalam dada, memejamkan mata dan mencoba mengabaikan suara teriakan ayah, ibu, dan pecahan kaca. Berharap akan keindahan dalam mimpi, Bermain main dengan harapan semu walau hanya sementara, melupakan sejenak pertengkaran orang tua dan berharap saat aku terbangun tidak ada lagi pertengkaran dan akan merasakan kasih sayang orang tua yang selama ini aku harapkan.
Memang sempat aku berfikir, untuk apa Allah menyatukan kedua orang tuaku kalau pada akhirnya akan menimbulkan luka pada ku yang mungkin tidak akan bisa untuk di lupakan.
Fungsi Keluarga yang seharusnya bisa menjadi tempat berbagi kasih sayang, saling melindungi tetapi itu sudah tidak lagi berfungsi dalam keluargaku
Namun aku akan selalu ingat akan pesan alm nenekku. Sejahat apapun, sekejam apapun, mereka akan tetap menjadi kedua orang tuamu, orang yang menjagamu dari kecil, merawatmu, dan tidak ada yang namanya mantan ibu ataupun ayah di dunia ini.
Menjadi anak dalam keluarga broken home menjadikanku pribadi yang lebih kuat, lebih mandiri. Allah, rangkul tasya selalu, pegang tanganku, jangan kau lepaskan dan kuatkan aku apapun yang terjadi
Malam itu langit tak seperti biasanya. Bulan dan bintang yang selalu menjadi hiasan langit pun tertutup oleh sekelebat awan putih, diiringi tetesan air hujan yang jatuh ke tanah, memunculkan aroma petrichor yang sangat saya sukai.
Tapi malam itu, hujan yang turun ke bumi seolah-olah mewakili perasaannku. "Tuhan, apakah engkau juga sedih melihat kedua orangtua ku saling menyakiti setiap hari,” seruku dalam batin.
Namaku Anastasya, saat itu usiaku 17 tahun dan aku masih duduk di bangku kelas XII Sekolah Menengah Atas di Kota Bandung. Aku adalah gadis dengan berjuta mimpi, salah satunya memiliki rumah yang hangat dan keluarga yang bahagia.
Tetapi mimpi-mimpi itu seketika luruh akibat pecahnya rumah tangga orang tua ku. Aku merasa hancur melihat diri sendiri yang tak berdaya, hanya bisa menangis setiap hari, dan ayah yang tak punya perasaan memilih pergi setelah ibu menangis.
Di mana cinta dan kasih sayang mereka dulu? Apakah 19 tahun rumah tangga tidak cukup membuat mereka saling memahami satu sama lain.
Dulunya ayah adalah sosok yang mencintai keluarga, tapi semenjak memutuskan untuk pindah bekerja di suatu perusahaan swasta, ia mulai berubah. Ayah selalu pulang malam dan kadang tak pulang ke rumah. Membuat saya curiga dan menuduh ayah berselingkuh dengan teman wanitanya di kantor. Ibu bilang ibu punya bukti, entahlah bukti apa itu karena akupun belum berani menanyakannya.
Sampai suatu saat aku melihat mereka bertengkar hebat dan mungkin itu yang menjadi pertemuan terakhir mereka.
Pagi itu aku di kejutkan oleh suara kaca yang di jatuhkan dengan sengaja hingga menimbulkan suara keras.
“Kamu itu selalu menuduh aku yang tidak-tidak Rini," teriak ayah dengan membanting sebuah piring di dapur.
“Aku tidak mungkin menuduhmu tanpa bukti mas,” balas ibuku dengan suara bergetar, namun tetap berusaha keras.
“Mana yang kau sebut dengan bukti?” timpal ayah lagi.
Ibu mengeluarkan handphone dari saku celananya, membuka galeri foto menampilkan gambar seorang pria dan wanita duduk bersampingan, di mana seorang pria itu adalah ayah yang tengah berjabat tangan dengan seorang ustad layaknya ijab kabul.
“Kamu telah menikah dengan perempuan itu,” ujar ibu seolah terbata-bata menahan sesak di dadanya.
Beberapa saat ayah terdiam, dan diamnya ayah membuat aku mengerti bahwa foto itu benar. Sampai satu kalimat keluar dari mulut ayahku “aku akan mencereikanmu mulai hari ini Rini”.
Suara itu bagaikan sambaran petir di langit yang cerah tanpa awan gelap. Badanku merasa lemas, dan aku merasa pasokan udara di sekitarku berkurang. Namun aku segera berlari menuju ibuku yang menangis dan memeluknya, mencoba menyalurkan kekuatanku yang masih ada. Dan setelah itu, ayah pergi dan tak pernah pulang lagi ke rumah.
Setelah perceraian kedua orangtua ku, hari-hari ku dengan air mata, rasa marah, kecewa, semua perasaan itu bercampur menjadi satu. Bahkan aku ingin bunuh diri saja karena tak mampu dengan cibiran orang-orang yang mengatakan bahwa anak broken home tak punya masa depan.
Dan dengan tekad yang bulat, akupun kembali merajut mimpi setelah lulus SMA nanti. Aku ingin kuliah dan membuktikan kepada mereka bahwa broken home punya masa depan.
Saat itu, setelah ujian nasional, aku membantu ibuku memasak dapur. Rencananya hari ini aku akan memberitahu ibu soal keinginan melanjutkan sekolahku di universitas di kota ini.
“kakak," ibu yang sedang memotong sayuran pun memanggilku.
“Setelah lulus SMA kakak ingin apa?” tanya ibu.
“Hmm, kakak ingin kuliah bu,” ujarku dengan hati-hati.
“Tabungan ibu tidak cukup untuk membiayai kuliahmu, mungkin ayah bisa membantu membiayaimu coba kamu menghubungi ayah,” sambungnya.
Setelah mendengar penuturan ibu, aku pun langsung menghubungi ayah.
“Halo Assalamualaikum Yah," ucapku mengawali.
“ Walaikumsalam, ada apa?” balasnya.
“Kakak ingin lanjut kuliah, ayah bisa bantu biaya kuliah kakak karena tabungan ibu tidak cukup?” tanyaku.
“Tidak perlu kuliah, mending kamu bekerja membantu ibumu, kuliah hanya membuang-buang waktu saja” jawab ayah.
Akupun mematikan panggilan telefon ayah, menarik nafas sedalam-dalamnya, hingga setetes cairan bening berhasil meluncur dari pelupuk mataku. Hancur sudah mimpiku, lagi dan lagi.
Setelah lulus sekolah, akupun melamar di suatu perusahaan swasta sebagai staff admin dan alhamdulillah akupun diterima di sana.
Kini aku bekerja menjadi tulang punggung ibuku, aku masih ingat saat gaji pertamaku yang kuberikan kepada ibu untuk modal usaha dan menopang kehidupan membuat senyumnya kembali terbit pada wajah yang mulai menua. Entah mengapa aku merasa sangat bahagia melihat senyum itu kembali.
Sejak saat itupun, aku tidak lagi bermimpi, tapi aku berjanji akan selalu membuat ibu tersenyum walupun apa yang aku berikan tak pernah cukup untuk membalas keringat, darah, serta sakit yang dideritanya saat melahirkanku.
Di sini aku sadar bahwa ketika semua berbeda dari yang kita impikan, kita hanya perlu bersabar menjalaninya dan tidak lupa untuk selalu bersyukur. Percaya bahwa semuanya akan indah pada waktunya.
Perihal broken home, ini bukan kehancuran, tapi takdir. Kita adalah anak-anak pilihan tuhan yang diberikan hati yang kuat untuk bisa bekerja keras mengubah kepahitan kebahagiaan. Kita hanya perlu semangat dan mengubah dunia bahwa kita bisa sukses tanpa orangtua yang utuh!
Bisa dibilang bahwa semua orang pada dasarnya memimpikan keluarga harmonis, namun kenyataannya tidak semua orang ditakdirkan memiliki keluarga yang harmonis. Sebagian orang harus menerima bahwa keluarganya berantakan dengan hal-hal toxic di dalamnya, alias broken home.
Broken home gak hanya merujuk pada keluarga yang tercerai-berai saja, karena yang utuh sekalipun tapi kalau isinya toxic dan penuh kekerasan mental maka itu juga termasuk broken home. Dan berikut ini adalah beberapa ciri yang dimiliki keluarga broken home.
Takut menikah maupun menjalin hubungan dengan orang lain
Ide tentang berkeluarga bisa jadi momok tersendiri buat anak karena ia hidup bersama keluarga yang tak bahagia. Akibatnya, ia sendiri ragu bahwa ia akan bisa membentuk keluarga yang bahagia nantinya.
Kurang bisa mengekspresikan perasaan
Kesulitan mengekspresikan perasaan biasanya dimulai dari orangtua yang suka melarang anaknya melakukan banyak hal. Akhirnya anak jadi sering menahan perasaannya agar dapat menjaga perasaan orang lain.
Padahal tindakan itu tidak perlu ia lakukan karena hanya akan membuat dirinya terkekang secara emosional.
Mencela dan merendahkan pencapaian
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Tidak adanya apresiasi yang diterapkan dalam keluarga juga merupakan salah satu tanda dari keluarga broken home. Yang mana bukannya mendukung dan bangga dengan pencapaian salah satu anggota keluarga, tapi justru malah dicela dan direndahkan.
Benar-benar keluarga yang hancur karena berprilaku toxic, yang mana akibatnya dapat melukai mental dan menjadi trauma tersendiri bagi anak-anak. Bisa dibayangkan bahwa hidup dengan keluarga seperti ini benar-benar menyakitkan karena tak pernah dihargai dan didukung dalam hal apapun.
Interaksi sangat dingin dan kaku
Ciri lainnya dalam keluarga broken home ialah interaksi antara satu sama lain yang benar-benar kaku dan dingin. Yang mana sekeluarga tidak punya empati dan cinta untuk satu sama lain dan hanya menyandang status keluarga sebagai formalitas saja.
Untuk lebih detailnya, tidak ada percakapan berarti jika saling bertemu di rumah, Masing-masing sibuk sendiri dengan dunianya, tidak ada candaan, dan cuma berinteraksi seperlunya saja. Benar-benar dingin dan tidak ada kehangatan sedikit pun.